MUZAYADAH DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
Oleh: Ali Ridlo
Abstrak
Makalah ini
bertujuan untuk mendeskriptifkan muzayadah dalam perpektif ekonomi Islam dengan
menggunakan metode kualitatif, dengan melalui studi pustaka. Bahwa muzayadah dalam perpektif ekonomi Islam mempunyai potensi ekonomi, Maka muzayadah untuk kesejahteraan masyarakat oleh pemerintah.
Akhirnya muzayadah dapat menjadi salah satu cara untuk kesejahteraan masyarakat dan menaikkan ekonomi
negara. Sehingga muzayadah bukan
hanya memiliki nilai ekonomi saja, tapi muzayadah
juga memiliki nilai keagamaan.
Kata kunci: muzayadah, ekonomi, ekonomi Islam
Abstract
This paper aimed to describe muzayadah
perspective Islamic economic with using qualitative methods and through the
literature study. That, muzayadah perspective Islamic economic have potencial
significant economic, so that muzayadah have to welfare people by
Government. Finally, muzayadah could be
welfare of people and increase of economic the country. So muazayadah is not
only has economic values, but also muzayadah has religious values.
Key words: muzayadah, economic,
Islamic economic.
A. PENDAHULUAN
Pada umumnya,
orang membutuhkan barang dan jasa yang dari orang lain sehingga barang dapat
dimiliki dan Jasa dapat dinikmati dengan mudah, akan tetapi pemilik barang dan
pemberi jasa kadang-kadang tidak mau memberikannya. Adanya syariat jual beli
menjadi wasilah untuk mendapatkan keinginan tersebut, tanpa berbuat
salah.
Kegiatan jual
beli merupakan kegiatan perdagangan yang diperbolehkan oleh ajaran islam. Jual
beli juga juga merupakan suatu akad, dengan akad tersebut kedua belah pihak
menyatakan dirinya untuk menyerahkan suatu barang dan memberikan suatu jasa dan
pihak yang lain membayar harga yang telah dijanjikan. Suatu jual beli dapat
dilakukan dengan langsung dan dapat dengan lelang. Cara jual beli dengan sistem
lelang dalam fiqih disebut muzayadah.
Muzayadah merupakan salah satu jenis jual beli di mana penjual menawarkan
barang kepada para calon pembeli kemudian para calon pembeli saling menawar
dengan suatu harga. Namun akhirnya penjual akan menentukan, yang berhak
membeli. Setelah itu, terjadi akad antara pembeli dan penjual. kemudian penjual
menyerahkan barang kepada pembeli.[1]
Al-Quran
tidak menyebutkan detail mengenai jual beli dengan
lelang, namun al-Qur’an memberikan petunjuk berkaitan dengan jual beli secara
umum, bahwasanya Allah berfirman:[2]
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) LäêZt#ys? AûøïyÎ/ #n<Î) 9@y_r& wK|¡B çnqç7çFò2$$sù 4
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah (seperti Jual beli) tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.
Praktik lelang pada zaman dahulu lebih
pada lelang barang. Namun berkembangnya zaman,
lelang bukan hanya barang saja, akan tetapi jasa juga dilelang. Seperti dalam
proyek infrastruktur terdapat lelang pengadaan jasa konsultasi ekonomi, Jasa keamanan, dan lain-lain.
Dari paparan di atas, maka penulis dalam makalah ini akan membahas
tentang muzayadah dalam perspektif ekonomi
Islam dan selanjutnya penutup.
B. MUZAYADAH DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
1. Konsep Muzayadah
Penulis akan menjelaskan secara singkat
konsep Muzayadah dalam makalah ini.
Pertama-tama penulis membahas pengertian muzayadah antara lain secara etimologi, terminologi, muzayadah dalam hadis, dan selanjutnya hukum muzayadah.
a. Pengertian muzayadah
Muzayadah secara etimologi berasal
dari bahasa arab zada yazidu ziyadah muzayadah
mempunyai arti tambahan. Sedangkan
kata lelang dalam kamus bahasa indonesia adalah penjualan di hadapan orang
banyak (dengan tawaran yang atas-mengatasi).[3]
Lelang adalah
penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis
dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga
tertinggi, yang didahului dengan pengumuman lelang.[4] Kemudian
pengertian Muzayadah secara terminologi adalah penjualan barang secara
terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang
semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi.
b. Muzayadah dalam Hadist
Pengertian muzayadah dalam hadist adalah penjualan barang dengan
cara ditawarkan secara umum, dengan metode penawaran harga tertinggi sebagai
pemenang lelang, dan barang yang dilelang tersebut selanjutnya diberikan kepada
pemenang lelang.
Rasulullah saw bersabda:
عن
أنس رضي الله عنه قال باع النبي صلى الله عليه وسلم حلسا و قدحا قال من يشترى هذا
الحلس والقدح فقال رجل أخذت هما بدر هم فقال النبي من يزيد فأعطاه رجل درهمين
فباعهما منه (روه الترمذى)
“ dari Anas r.a. ia berkata, Rasulullah saw. Menjual sebuah
pelanan dan sebuah mangkuk dengan berkata “siapa yang mau membeli pelana dan
mangkuk ini?”, seseorang laki-laki menyahut: saya bersedia membelinya seharga
satu dirham. Lalu Nabi berkata lagi, “siapa yang berani menambahi?” maka diberi
dua dirham oleh seseorang laki-laki kepada beliau, lalu dijuallah kedua benda
itu kepada laki-laki itu.” (Riwayat Tirmidzi).
c. Hukum Muzakadah
Muzayadah dalam hukum islam adalah boleh. Dalam kitab subulus salam disebutkan
bahwa Ibnu Abdi Dar berkata: “sesungguhnya tidak haram menjual barang kepada
orang dengan adanya penambahan harga (lelang), dengan kesepakatan di antara
semua pihak.
Meskipun muzayadah
memiliki makna tambahan akan tetapi jual beli dengan cara muzayadah bukanlah
riba. Tambahan dalan muzayadah adalah penawaran harga lebih tinggi dalam akad
jual beli yang dilakukan oleh penjual dan pembeli atau jika lelang dilakukan
pembeli maka yang bertambah adalah
penurunan tawaran. Berbeda dengan praktik riba, tambahan yang tidak
diperjanjikan dimuka dalam akad pinjam peminjam uang atau barang ribawi.
Sehingga hukum jual beli muzayadah adalah diperbolehkan. Sebagaiman firman
Allah swt:
3
¨@ymr&ur
ª!$#
yìøt7ø9$#
tP§ymur
(#4qt/Ìh9$#
4
Artinya: “padahal
Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”[5]
Praktik penawaran
dalam lelang yang sudah ditawar orang lain diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Bila terdapat
pernyataan eksplisit dari penjual persetujuan harga dari salah satu penawar,
maka tidak diperkenankan bagi orang lain untuk menawarnya tanpa seizing penawar
yang disetujui tawarannya.
2) Bila tidak ada
indikasi persetujuan maupun penolakan tawaran dari penjual, maka tidak ada
larangan syariat bagi orang lain untuk menawarnya maupun menaikkan tawaran
pertama. Sebagaimana analogi hadist Fatimah binti Qais ketika melaporkan kepada
Nabi bahwa Mu’awiyah dan Abu Jahm telah meminangnya, maka karena tidak ada
indikasi persetujuan darinya terhadap pinangan tersebut, beliau menawarkan
padanya untuk menikan dengan usamah bin Zaid.
3) Bila ada indikasi
persetujuan dari penjual terhadap suatu penawaran meskipun tidak dinyatakan
secara eksplisit, maka menurut Ibnu Qudamah tetap tidak diperkenankan untuk
ditawar orang lain.
Dalam makalah ini, setelah mengetahui pengertian Muzayadah, penulis akan
menjelaskan konsep ekonomi Islam secara umum. Penjelasan mengenai ekonomi Islam
antara lain sebagai berikut:
2. Konsep Ekonomi Islam
a. Pengertian Ekonomi Islam
Definisi ekonomi Islam bervariasi, akan
tetapi pada dasarnya memiliki makna yang sama. Yang pada intinya ekonomi Islam
adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memandang,
menganalisa, dan akhirnya menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi
dengan cara-cara Islami (cara-cara yang didasarkan pada agama Islam, yaitu
sesuai dengan al-Qur’an dan Hadis).[6]
b. Sejarah Ekonomi Islam
Menurut Adiwarman A. Karim, bahwa teori
ekonomi Islam adalah sebenarnya bukan ilmu baru atau sesuatu yang diturunkan
secara mendasar dari teori ekonomi yang ada sekarang. Sejarah membuktikan para
pemikir Islam merupakan penemu atau peletak dasar semua bidang ilmu. Para
ekonom Muslim sendiri mengakui, bahwa mereka banyak membaca dan dipengaruhi
oleh tulisan-tulisan Aristoteles (367-322 SM) sebagai filsuf yang banyak
menulis ekonomi. Akan tetapi, mereka tetap menjadikan Qur’an dan Hadis sebagai
rujukan utama dalam menulis teori-teori ekonomi Islam. Berbeda dengan para
ekonom Barat, bahwa beberapa pemikiran ekonom Islam dicuri tanpa pernah
disebutkan sumber kutipannya oleh ekonom Barat, antara lain: [7]
a) Teori Pareto Optimum diambil dari kitan Najhul Balaghah Imam Ali
b) Bar Herbraeus, pendeta Syriac Jacobite Church menyalin beberaa kitab Ulumuddin
al-Ghazali
c) Gresham law dan ores,e Treatise diambil dari kitab Ibnu Taimiyah
d) Pendeta Gereja Spanyol Ordo Dominican Raymond Martini menyalin banyak
bab dari Tahafut al-Fasifa, Maqasid al-Falasifa, al-Munqid, Mishkat
al-Anwar, dan Ihya-nya al-Ghazali
e) St. Thomas menyalin banyak bab dari al-farabi (St. Thomas yang belajar
dari Ordo Dominican mempelajari ide-ide al-Ghazali dari Bar Herbraeus dan
Martini)
f) Bapak Ekonomi Barat, Adam Smith (1776 M), dengan bukunya The Wealth of
Nation diduga banyak mendapat inspirasi dari buku al-Amwal-nya Abu
Ubaid(838) yang dalam bahasa Inggrisnya adalah persis dengan judulnya Adam
Smith, The Wealth.
Adiwarman A. Karim mengatakan bahwa ekonom
Islam perlu mempunyai akses terhadap kitab-kitab klasik Islam. Selanjutya fuqaha
Islam perlu juga mempelajari akan teori-teori ekonomi Modern agar dapat
menerjemahkan kondisi ekonomi modern dalam bahasa kitab klasik Islam.[8]
c. Prinsip-prinsip Umum Ekonomi Islam
Prinsip-prinsip umum ekonomi islam
tercantum dalam nilai-nilai universal, prinsip-prinsip derivatif, akhlak (perilaku
islam dalam bisnis dan ekonomi).[9]
Ekonomi islam didasarkan pada lima nilai
universal, yaitu Tauhid, ‘Adl, Nubuwwah, Khilafah, maad. Nilai universal
tersebut menjadi dasar inspirasi untuk menyusun proposisi-proposisi dan
teori-teori ekonomi islam.
Prinsip-prinsip derivatif antara lain
adalah multitype ownership, freedom to act, dan social justice.
Teori yang kuat dan baik tanpa diterapkan menjadi sistem akan menjadikan
ekonomi islam hanya sebagai kajian ilmu saja tanpa memberi dampak pada
kehidupan ekonomi. Oleh sebab itu dibangunlah prinsip-prinsip derivatif
tersebut di atas yang menjadi cirri-ciri dan cikal bakal sistem ekonomi.
Dalam hal ini, konsep akhlak dibangun untuk
memayungi semua prinsip dan nilai-nilai tersebut di atas. Karena akhlak menjadi
tujuan islam dan dakwah Nabi Muhammad, yakni Nabi diutus untuk menyempurnakan
akhlak manusia. Konsep akhlak inilah yang akan menjadi pedoman pelaku ekonom
dan bisnis dalam melakukan aktivitasnya.
3. Prinsip dan Jenis Muzayadah (Lelang) di Indonesia
Setiap pelaksanaan lelang di Indonesia
dilakukan dihadapan Pejabat Lelang kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan. Kemudian setiap pelaksanaan lelang dibuatkan risalah lelang
walaupun tidak ada peserta lelang selain itu, lelang dapat dilaksanakan
meskipun hanya diikuti oleh satu orang peserta lelang.
Jenis lelang di indonesia antara lain
adalah: Lelang eksekusi, Lelang noneksekusi wajib, dan Lelang noneksekusi
sukarela.[10]
a. Lelang eksekusi
1) Lelang eksekusi panitia urusan piutang Negara
2) Lelang eksekusi pengadilan
3) Lelang eksekuis pajak
4) Lelang eksekusi harta pailit
5) Lelang eksekusi pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan (UUHT)
6) Lelang eksekusi benda sitaan pasal 45 Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP)
7) Lelang eksekusi barang rampasan
8) Lelang eksekusi jaminan fidusia
9) Lelang eksekusi barang yang dinyatakan tidak dikuasai atau barang yang
dikuasai Negara eks kepabeanan dan cukai
10) Lelang eksekusi barang temuan
11) Lelang eksekusi gadai
12) Lelang eksekusi barang rampasan yang berasal dari sitaan pasal 18 ayat
(2) Uu no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana
telah diubah dengan Uu no 20 tahun 2001
13) Lelang eksekusi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
b. Lelang noneksekusi wajib
1) Lelang barang milik Negara/Daerah
2) Lelang barang Milik Badan usaha milik Negara/daera
3) Lelang barang milik badan penyelenggaraan jaminan social
4) Lelang barang milik Negara yang berasal dari asset eks kepabeanan dan
sukai
5) Lelang barang gratifikasi
6) Lelang asset property bongkaran barang milik Negara karena perbaikan
7) Lelang asset tetap dan barang jaminan diambil alih eks bank dalam
likuiditasi
8) Lelang asset eks kelolaan PT perusahaan Pengelola Aset
9) Lelang asset property eks badan penyehatan perbankan nasional
10) Lelang balai harta peninggalan atas harta peninggalan tidak terurus dan
harta kekayaan orang yang dinyatakan tidak hadir
11) Lelang asset Bank Indonesia
12) Lelang kayu dan hasil hutan lainnya dari tangan pertama dan
13) Lelang lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
c. Lelang noneksekusi sukarela
1) Lelang barang milik badan usaha milik Negara/daerah berbentuk persero
2) Lelang harta milik bank dalam likuiditas kecuali ditentukan lain oleh
peraturan perundang-undangan
3) Lelang barang milik perwakilan Negara asing
4) Lelang barang milik perorangan atau badan usaha swasta
Selain ketiga jenis lelang di atas, ada tiga jenis lelang
untuk pengadaan barang dan jasa, yaitu lelang umum, lelang terbatas, dan lelang
sederhana.[14]
a. Lelang umum
Lelang umum ialah metode pemilihan penyedia barang
atau pekerjaan kontruksi atau jasa lainnya untuk semua pekerjaan yang dapat
diikuti oleh semua penyedia barang atau pekerjaan konstruksi atau jasa lainnya
yang memenuhi syarat.
b. Lelang terbatas
Lelang terbatas merupakan metode pemilihanpenyedia
barang atau pekerjaan konstruksi dengan jumlah penyedia yang mampu melaksanakan
diyakini terbatas dan untuk pekerjaan yang kompleks.
c. Lelang sederhana
Lelang sederhana adalah metode pemilihan penyedia
barang atau jasa lainnya untuk pekerjaan yang bernilai paling tinggi Rp.
5.000.000.000 (lima miliar rupiah)
Lelang untuk pengadaan barang atau jasa
menjadi tanggung jawab pejabat pembuat komitmen (PKK). Kemudian unit
oraganisasi kementerian atau lembaga atau pemerintah daerah atau institusi yang
berfungsi melaksanakan pengadaan barang atau jasa yang bersifat permanen dapat
berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah disebut unit layanan
pengadaan (ULP).[15]
Lelang untuk pengadaan barang atau jasa akhir-akhir
ini dilaksanakan secara elektronik (E-lelang atau E-tendering atau E-seleksi).
Lelang secara elektronik menggunakan layanan pengadaan secara elektronik (lpse)
yang merupakan unit kerja yang dibentuk oleh K/L/D/I untuk menyelenggarakan
system pelayanan pengadaan barang atau jasa secara elektronik (SPSE) dan
memfasilitasi K/L/D/I kepada portal pengadaan Nasional.[16]
4. Analisis Muzayadah dalam Perspektif Ekonomi Islam
Konsep harga lelang perspektif Ekonomi Islam
Transaksi pasar berjalan melalui mekanisme
harga. Harga yang adil akan mendorong para pelaku pasar untuk bersaing dengan
sempurna. Harga yang adil membuat para pelaku pasar untuk bertransaksi dengan
mengalami keuntungan.
Berkaitan dengan harga, Abu Yusuf pernah mengatakan bahwa “kadang-kadang makanan berlimpah tetapi tetap
mahal dan kadang-kadang makanan sangat sedikit tetapi murah”[17]
Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:
![]() |
|||
![]() |
Menurut Abu Yusuf dapat saja harga-harga tetap mahal (P3)
ketika persediaan barang melimpah (Q3). Sementara harga akan murah
walaupun persediaan barang berkurang (Q3). Pernyataan Abu Yusuf
mengkritisi pendapat umum yang mengatakan harga berbanding terbalik dengan
jumlah persediaan barang. Oleh sebab itu, peningkatan atau penurunan harga
tidak selalu berhubungan dengan peningkatan atau penurunan permintaan atau
penurunan atau peningkatan dalam produksi.
C. KESIMPULAN
Dari paparan di atas bahwa zakat dalam perpektif
ekonomi Islam mempunyai potensi yang signifikan, maka sesungguhnya zakat perlu
mendapatkan perhatian yang lebih sebagaimana urgensi zakat dalam kesejahteraan
masyarakat. Akhirnya zakat dapat menjadi solusi alternative untuk kesejahteraan
masyarakat dan menjadi sumber devisa Negara. Sehingga zakat bukan hanya
memiliki nilai keagamaan saja, akan tetapi zakat juga memiliki nilai ekonomi
yang cukup besar.
D. DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahan
Fakhruddin, Fiqh & Manajemen Zakat di Indonesia,
Malang: UIN Malang Press, cet. I, 2008
Ismail, Zakat Produktif: Sistem Alternatif dalam Pengentasan
Kemiskinan, Jakarta: Tesis – Pascasarjana UIN Syarif Hidaatullah, 2005
Karim, Adiwarman A., Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer,
Jakarta: Gema Insani, Cet. Ke Tujuh, Maret 2007
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi
Islam, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2008
Qardawi, Yusuf, Hukum Zakat: studi komparatif mengenai status dan
filsafat zakat berdasarkan Qur’an dan hadith, terj. Harun, Salman, dkk.,
Bogor: Lintera Antar Nusa, 1993
Ridlo, Ali, Kebijakan Ekonomi Umar Ibn Khattab, Kendari: Jurnal
Al-‘Adl, Vol. 6 No. 2, Juli 2013
Ridlo, Ali, Analisis Efisiensi Keuangan Badan Amil Zakat Nasional,
Yogyakarta: Tesis – Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga 2014
Shiddieqy,
T.M. Hasbi Ash, Pedoman Zakat, Jakarta: Bulan Bintang, 1991
[1] Abdullah bin Muhammad ath-Thayyar, et. Al.
Ensiklopedia Fiqih Muamalah “dalam pandangan Madzhab”
(Yogyakarta: Maktabah al-Hanif, 2014), hlm. 25
[2] QS. 2: 282
[3] Kamus Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008) hlm.
837
[4] Pasal 1, PMK
no 27 tahun 2016 tentang petunjuk pelaksanaan lelang.
[6] Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi
Islam, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2008) hlm., 17
[7] Karim, Adiwarman A., Ekonomi Islam: Suatu Kajian
Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani, Cet. Ke Tujuh, Maret 2007) hlm., 11-12
[8] Karim, Adiwarman A., Ekonomi Islam: Suatu Kajian
Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani, Cet. Ke Tujuh, Maret 2007) hlm. 12-13
[9] Karim, Adiwarman A., Ekonomi Mikro Islam,
(Jakarta: Rajawali Pers, Edisi Keempat Cet. Kelima, oktober 2012) hlm. 34
[10] Pasal 5, Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor
27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk pelaksanaan lelang
[14] Pasal 1, PERPRES No 04 tahun 2015 tentang Perubahan
keempat atas Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang
atau jasa pemerintah
[16] Pasal 1 PERKA no 2 tahun 2010 tentang Peraturan Kepala
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah tentang layanan
pengadaan secara elektronik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar