Halaman

Minggu, 04 Februari 2018

MUZAYADAH DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

MUZAYADAH DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
Oleh: Ali Ridlo
Abstrak
Makalah ini bertujuan untuk mendeskriptifkan muzayadah dalam perpektif ekonomi Islam dengan menggunakan metode kualitatif, dengan melalui studi pustaka. Bahwa muzayadah dalam perpektif ekonomi Islam mempunyai potensi ekonomi, Maka muzayadah untuk kesejahteraan masyarakat oleh pemerintah. Akhirnya muzayadah dapat menjadi salah satu cara untuk kesejahteraan masyarakat dan menaikkan ekonomi negara. Sehingga muzayadah bukan hanya memiliki nilai ekonomi saja, tapi muzayadah juga memiliki nilai keagamaan.
Kata kunci: muzayadah, ekonomi, ekonomi Islam
Abstract
This paper aimed to describe muzayadah perspective Islamic economic with using qualitative methods and through the literature study. That, muzayadah  perspective Islamic economic have potencial significant economic, so that muzayadah have to welfare people by Government.  Finally, muzayadah could be welfare of people and increase of economic the country. So muazayadah is not only has economic values, but also muzayadah has religious values.
Key words: muzayadah, economic, Islamic economic.    
A.    PENDAHULUAN
Pada umumnya, orang membutuhkan barang dan jasa yang dari orang lain sehingga barang dapat dimiliki dan Jasa dapat dinikmati dengan mudah, akan tetapi pemilik barang dan pemberi jasa kadang-kadang tidak mau memberikannya. Adanya syariat jual beli menjadi wasilah untuk mendapatkan keinginan tersebut, tanpa berbuat salah.  
Kegiatan jual beli merupakan kegiatan perdagangan yang diperbolehkan oleh ajaran islam. Jual beli juga juga merupakan suatu akad, dengan akad tersebut kedua belah pihak menyatakan dirinya untuk menyerahkan suatu barang dan memberikan suatu jasa dan pihak yang lain membayar harga yang telah dijanjikan. Suatu jual beli dapat dilakukan dengan langsung dan dapat dengan lelang. Cara jual beli dengan sistem lelang dalam fiqih disebut muzayadah.
Muzayadah merupakan salah satu jenis jual beli di mana penjual menawarkan barang kepada para calon pembeli kemudian para calon pembeli saling menawar dengan suatu harga. Namun akhirnya penjual akan menentukan, yang berhak membeli. Setelah itu, terjadi akad antara pembeli dan penjual. kemudian penjual menyerahkan barang kepada pembeli.[1]
Al-Quran tidak menyebutkan detail mengenai jual beli dengan lelang, namun al-Qur’an memberikan petunjuk berkaitan dengan jual beli secara umum, bahwasanya Allah berfirman:[2]
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) LäêZtƒ#ys? AûøïyÎ/ #n<Î) 9@y_r& wK|¡B çnqç7çFò2$$sù 4
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah (seperti Jual beli)  tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.
Praktik lelang pada zaman dahulu lebih pada lelang barang. Namun berkembangnya zaman, lelang bukan hanya barang saja, akan tetapi jasa juga dilelang. Seperti dalam proyek infrastruktur terdapat lelang pengadaan jasa konsultasi ekonomi, Jasa keamanan, dan lain-lain.
Dari paparan di atas, maka penulis dalam makalah ini akan membahas tentang muzayadah dalam perspektif ekonomi Islam dan selanjutnya penutup.
B.     MUZAYADAH DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
1.      Konsep Muzayadah
Penulis akan menjelaskan secara singkat konsep Muzayadah dalam makalah ini. Pertama-tama penulis membahas pengertian muzayadah antara lain secara etimologi, terminologi, muzayadah dalam hadis, dan selanjutnya hukum muzayadah.
a.      Pengertian muzayadah
Muzayadah secara etimologi berasal dari bahasa arab zada  yazidu ziyadah muzayadah mempunyai arti tambahan. Sedangkan kata lelang dalam kamus bahasa indonesia adalah penjualan di hadapan orang banyak (dengan tawaran yang atas-mengatasi).[3]
Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman lelang.[4] Kemudian pengertian Muzayadah secara terminologi adalah penjualan barang secara terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi.
b.      Muzayadah dalam Hadist
Pengertian muzayadah dalam hadist adalah penjualan barang dengan cara ditawarkan secara umum, dengan metode penawaran harga tertinggi sebagai pemenang lelang, dan barang yang dilelang tersebut selanjutnya diberikan kepada pemenang lelang.
Rasulullah saw bersabda:

عن أنس رضي الله عنه قال باع النبي صلى الله عليه وسلم حلسا و قدحا قال من يشترى هذا الحلس والقدح فقال رجل أخذت هما بدر هم فقال النبي من يزيد فأعطاه رجل درهمين فباعهما منه (روه الترمذى)
“ dari Anas r.a. ia berkata, Rasulullah saw. Menjual sebuah pelanan dan sebuah mangkuk dengan berkata “siapa yang mau membeli pelana dan mangkuk ini?”, seseorang laki-laki menyahut: saya bersedia membelinya seharga satu dirham. Lalu Nabi berkata lagi, “siapa yang berani menambahi?” maka diberi dua dirham oleh seseorang laki-laki kepada beliau, lalu dijuallah kedua benda itu kepada laki-laki itu.” (Riwayat Tirmidzi).
c.       Hukum Muzakadah
Muzayadah dalam hukum islam adalah boleh. Dalam kitab subulus salam disebutkan bahwa Ibnu Abdi Dar berkata: “sesungguhnya tidak haram menjual barang kepada orang dengan adanya penambahan harga (lelang), dengan kesepakatan di antara semua pihak.
Meskipun muzayadah memiliki makna tambahan akan tetapi jual beli dengan cara muzayadah bukanlah riba. Tambahan dalan muzayadah adalah penawaran harga lebih tinggi dalam akad jual beli yang dilakukan oleh penjual dan pembeli atau jika lelang dilakukan pembeli maka  yang bertambah adalah penurunan tawaran. Berbeda dengan praktik riba, tambahan yang tidak diperjanjikan dimuka dalam akad pinjam peminjam uang atau barang ribawi. Sehingga hukum jual beli muzayadah adalah diperbolehkan. Sebagaiman firman Allah swt:
3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4
Artinya: “padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”[5]
Praktik penawaran dalam lelang yang sudah ditawar orang lain diklasifikasikan sebagai berikut:
1)      Bila terdapat pernyataan eksplisit dari penjual persetujuan harga dari salah satu penawar, maka tidak diperkenankan bagi orang lain untuk menawarnya tanpa seizing penawar yang disetujui tawarannya.
2)      Bila tidak ada indikasi persetujuan maupun penolakan tawaran dari penjual, maka tidak ada larangan syariat bagi orang lain untuk menawarnya maupun menaikkan tawaran pertama. Sebagaimana analogi hadist Fatimah binti Qais ketika melaporkan kepada Nabi bahwa Mu’awiyah dan Abu Jahm telah meminangnya, maka karena tidak ada indikasi persetujuan darinya terhadap pinangan tersebut, beliau menawarkan padanya untuk menikan dengan usamah bin Zaid.
3)      Bila ada indikasi persetujuan dari penjual terhadap suatu penawaran meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit, maka menurut Ibnu Qudamah tetap tidak diperkenankan untuk ditawar orang lain.
Dalam makalah ini, setelah mengetahui pengertian Muzayadah, penulis akan menjelaskan konsep ekonomi Islam secara umum. Penjelasan mengenai ekonomi Islam antara lain sebagai berikut:
2.      Konsep Ekonomi Islam
a.      Pengertian Ekonomi Islam
Definisi ekonomi Islam bervariasi, akan tetapi pada dasarnya memiliki makna yang sama. Yang pada intinya ekonomi Islam adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memandang, menganalisa, dan akhirnya menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi dengan cara-cara Islami (cara-cara yang didasarkan pada agama Islam, yaitu sesuai dengan al-Qur’an dan Hadis).[6]
b.      Sejarah Ekonomi Islam 
Menurut Adiwarman A. Karim, bahwa teori ekonomi Islam adalah sebenarnya bukan ilmu baru atau sesuatu yang diturunkan secara mendasar dari teori ekonomi yang ada sekarang. Sejarah membuktikan para pemikir Islam merupakan penemu atau peletak dasar semua bidang ilmu. Para ekonom Muslim sendiri mengakui, bahwa mereka banyak membaca dan dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Aristoteles (367-322 SM) sebagai filsuf yang banyak menulis ekonomi. Akan tetapi, mereka tetap menjadikan Qur’an dan Hadis sebagai rujukan utama dalam menulis teori-teori ekonomi Islam. Berbeda dengan para ekonom Barat, bahwa beberapa pemikiran ekonom Islam dicuri tanpa pernah disebutkan sumber kutipannya oleh ekonom Barat, antara lain: [7]
a)      Teori Pareto Optimum diambil dari kitan Najhul Balaghah Imam Ali
b)      Bar Herbraeus, pendeta Syriac Jacobite Church menyalin beberaa kitab Ulumuddin al-Ghazali
c)      Gresham law dan ores,e Treatise diambil dari kitab Ibnu Taimiyah
d)     Pendeta Gereja Spanyol Ordo Dominican Raymond Martini menyalin banyak bab dari Tahafut al-Fasifa, Maqasid al-Falasifa, al-Munqid, Mishkat al-Anwar, dan Ihya-nya al-Ghazali
e)      St. Thomas menyalin banyak bab dari al-farabi (St. Thomas yang belajar dari Ordo Dominican mempelajari ide-ide al-Ghazali dari Bar Herbraeus dan Martini)
f)       Bapak Ekonomi Barat, Adam Smith (1776 M), dengan bukunya The Wealth of Nation diduga banyak mendapat inspirasi dari buku al-Amwal-nya Abu Ubaid(838) yang dalam bahasa Inggrisnya adalah persis dengan judulnya Adam Smith, The Wealth.
Adiwarman A. Karim mengatakan bahwa ekonom Islam perlu mempunyai akses terhadap kitab-kitab klasik Islam. Selanjutya fuqaha Islam perlu juga mempelajari akan teori-teori ekonomi Modern agar dapat menerjemahkan kondisi ekonomi modern dalam bahasa kitab klasik Islam.[8]
c.       Prinsip-prinsip Umum Ekonomi Islam
Prinsip-prinsip umum ekonomi islam tercantum dalam nilai-nilai universal, prinsip-prinsip derivatif, akhlak (perilaku islam dalam bisnis dan ekonomi).[9]
Ekonomi islam didasarkan pada lima nilai universal, yaitu Tauhid, ‘Adl, Nubuwwah, Khilafah, maad. Nilai universal tersebut menjadi dasar inspirasi untuk menyusun proposisi-proposisi dan teori-teori ekonomi islam.
Prinsip-prinsip derivatif antara lain adalah multitype ownership, freedom to act, dan social justice. Teori yang kuat dan baik tanpa diterapkan menjadi sistem akan menjadikan ekonomi islam hanya sebagai kajian ilmu saja tanpa memberi dampak pada kehidupan ekonomi. Oleh sebab itu dibangunlah prinsip-prinsip derivatif tersebut di atas yang menjadi cirri-ciri dan cikal bakal sistem ekonomi.
Dalam hal ini, konsep akhlak dibangun untuk memayungi semua prinsip dan nilai-nilai tersebut di atas. Karena akhlak menjadi tujuan islam dan dakwah Nabi Muhammad, yakni Nabi diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia. Konsep akhlak inilah yang akan menjadi pedoman pelaku ekonom dan bisnis dalam melakukan aktivitasnya.
3.      Prinsip dan Jenis Muzayadah (Lelang) di Indonesia
Setiap pelaksanaan lelang di Indonesia dilakukan dihadapan Pejabat Lelang kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Kemudian setiap pelaksanaan lelang dibuatkan risalah lelang walaupun tidak ada peserta lelang selain itu, lelang dapat dilaksanakan meskipun hanya diikuti oleh satu orang peserta lelang.
Jenis lelang di indonesia antara lain adalah: Lelang eksekusi, Lelang noneksekusi wajib, dan Lelang noneksekusi sukarela.[10]
a.       Lelang eksekusi
Lelang eksekusi terdiri dari:[11]
1)      Lelang eksekusi panitia urusan piutang Negara
2)      Lelang eksekusi pengadilan
3)      Lelang eksekuis pajak
4)      Lelang eksekusi harta pailit
5)      Lelang eksekusi pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan (UUHT)
6)      Lelang eksekusi benda sitaan pasal 45 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
7)      Lelang eksekusi barang rampasan
8)      Lelang eksekusi jaminan fidusia
9)      Lelang eksekusi barang yang dinyatakan tidak dikuasai atau barang yang dikuasai Negara eks kepabeanan dan cukai
10)  Lelang eksekusi barang temuan
11)  Lelang eksekusi gadai
12)  Lelang eksekusi barang rampasan yang berasal dari sitaan pasal 18 ayat (2) Uu no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Uu no 20 tahun 2001
13)  Lelang eksekusi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
b.      Lelang noneksekusi wajib
Lelang noneksekusi wajib antara lain:[12]
1)      Lelang barang milik Negara/Daerah
2)      Lelang barang Milik Badan usaha milik Negara/daera
3)      Lelang barang milik badan penyelenggaraan jaminan social
4)      Lelang barang milik Negara yang berasal dari asset eks kepabeanan dan sukai
5)      Lelang barang gratifikasi
6)      Lelang asset property bongkaran barang milik Negara karena perbaikan
7)      Lelang asset tetap dan barang jaminan diambil alih eks bank dalam likuiditasi
8)      Lelang asset eks kelolaan PT perusahaan Pengelola Aset
9)      Lelang asset property eks badan penyehatan perbankan nasional
10)  Lelang balai harta peninggalan atas harta peninggalan tidak terurus dan harta kekayaan orang yang dinyatakan tidak hadir
11)  Lelang asset Bank Indonesia
12)  Lelang kayu dan hasil hutan lainnya dari tangan pertama dan
13)  Lelang lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
c.       Lelang noneksekusi sukarela
Lelang noneksekusi sukarela terdiri dari:[13]
1)      Lelang barang milik badan usaha milik Negara/daerah berbentuk persero
2)      Lelang harta milik bank dalam likuiditas kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan
3)      Lelang barang milik perwakilan Negara asing
4)      Lelang barang milik perorangan atau badan usaha swasta

Selain ketiga jenis lelang di atas, ada tiga jenis lelang untuk pengadaan barang dan jasa, yaitu lelang umum, lelang terbatas, dan lelang sederhana.[14]
a.       Lelang umum
Lelang umum ialah metode pemilihan penyedia barang atau pekerjaan kontruksi atau jasa lainnya untuk semua pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua penyedia barang atau pekerjaan konstruksi atau jasa lainnya yang memenuhi syarat.
b.      Lelang terbatas
Lelang terbatas merupakan metode pemilihanpenyedia barang atau pekerjaan konstruksi dengan jumlah penyedia yang mampu melaksanakan diyakini terbatas dan untuk pekerjaan yang kompleks.
c.       Lelang sederhana
Lelang sederhana adalah metode pemilihan penyedia barang atau jasa lainnya untuk pekerjaan yang bernilai paling tinggi Rp. 5.000.000.000 (lima miliar rupiah)
  Lelang untuk pengadaan barang atau jasa menjadi tanggung jawab pejabat pembuat komitmen (PKK). Kemudian unit oraganisasi kementerian atau lembaga atau pemerintah daerah atau institusi yang berfungsi melaksanakan pengadaan barang atau jasa yang bersifat permanen dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah disebut unit layanan pengadaan (ULP).[15]
Lelang untuk pengadaan barang atau jasa akhir-akhir ini dilaksanakan secara elektronik (E-lelang atau E-tendering atau E-seleksi). Lelang secara elektronik menggunakan layanan pengadaan secara elektronik (lpse) yang merupakan unit kerja yang dibentuk oleh K/L/D/I untuk menyelenggarakan system pelayanan pengadaan barang atau jasa secara elektronik (SPSE) dan memfasilitasi K/L/D/I kepada portal pengadaan Nasional.[16]

4.      Analisis Muzayadah dalam Perspektif Ekonomi Islam
Konsep harga lelang perspektif Ekonomi Islam
Transaksi pasar berjalan melalui mekanisme harga. Harga yang adil akan mendorong para pelaku pasar untuk bersaing dengan sempurna. Harga yang adil membuat para pelaku pasar untuk bertransaksi dengan mengalami keuntungan.
Berkaitan dengan harga, Abu Yusuf pernah  mengatakan bahwa  “kadang-kadang makanan berlimpah tetapi tetap mahal dan kadang-kadang makanan sangat sedikit tetapi murah”[17]
Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:
 







Menurut Abu Yusuf dapat saja harga-harga tetap mahal (P3) ketika persediaan barang melimpah (Q3). Sementara harga akan murah walaupun persediaan barang berkurang (Q3). Pernyataan Abu Yusuf mengkritisi pendapat umum yang mengatakan harga berbanding terbalik dengan jumlah persediaan barang. Oleh sebab itu, peningkatan atau penurunan harga tidak selalu berhubungan dengan peningkatan atau penurunan permintaan atau penurunan atau peningkatan dalam produksi.

C.    KESIMPULAN
Dari paparan di atas bahwa zakat dalam perpektif ekonomi Islam mempunyai potensi yang signifikan, maka sesungguhnya zakat perlu mendapatkan perhatian yang lebih sebagaimana urgensi zakat dalam kesejahteraan masyarakat. Akhirnya zakat dapat menjadi solusi alternative untuk kesejahteraan masyarakat dan menjadi sumber devisa Negara. Sehingga zakat bukan hanya memiliki nilai keagamaan saja, akan tetapi zakat juga memiliki nilai ekonomi yang cukup besar.
D.    DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahan
Fakhruddin, Fiqh & Manajemen Zakat di Indonesia, Malang: UIN Malang Press, cet. I, 2008
Ismail, Zakat Produktif: Sistem Alternatif dalam Pengentasan Kemiskinan, Jakarta: Tesis – Pascasarjana UIN Syarif Hidaatullah, 2005
Karim, Adiwarman A., Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer, Jakarta: Gema Insani, Cet. Ke Tujuh, Maret 2007
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2008
Qardawi, Yusuf, Hukum Zakat: studi komparatif mengenai status dan filsafat zakat berdasarkan Qur’an dan hadith, terj. Harun, Salman, dkk., Bogor: Lintera Antar Nusa, 1993
Ridlo, Ali, Kebijakan Ekonomi Umar Ibn Khattab, Kendari: Jurnal Al-‘Adl, Vol. 6 No. 2, Juli 2013
Ridlo, Ali, Analisis Efisiensi Keuangan Badan Amil Zakat Nasional, Yogyakarta: Tesis – Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga 2014
Shiddieqy, T.M. Hasbi Ash, Pedoman Zakat, Jakarta: Bulan Bintang, 1991




[1] Abdullah bin Muhammad ath-Thayyar, et. Al. Ensiklopedia Fiqih Muamalahdalam pandangan Madzhab” (Yogyakarta: Maktabah al-Hanif, 2014), hlm. 25
[2] QS. 2: 282
[3] Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008) hlm. 837
[4] Pasal 1, PMK no 27 tahun 2016 tentang petunjuk pelaksanaan lelang.
[5] QS. 2:275
[6] Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2008) hlm., 17
[7] Karim, Adiwarman A., Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani, Cet. Ke Tujuh, Maret 2007) hlm., 11-12
[8] Karim, Adiwarman A., Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani, Cet. Ke Tujuh, Maret 2007) hlm. 12-13
[9] Karim, Adiwarman A., Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, Edisi Keempat Cet. Kelima, oktober  2012) hlm. 34
[10] Pasal 5, Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk pelaksanaan lelang
[11] Pasal 6
[12] Pasal 7
[13] Pasal 8
[14] Pasal 1, PERPRES No 04 tahun 2015 tentang Perubahan keempat atas Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang atau jasa pemerintah
[15] Ibid.
[16] Pasal 1 PERKA no 2 tahun 2010 tentang Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah tentang layanan pengadaan secara elektronik
[17] Abu Yusuf, al-Kharaj, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, tahun 1979) hlm. 48

Tidak ada komentar:

Posting Komentar